Barista in-Residence, In--Betweener sinemalateee
Selamat pagi. Hari ini di kedai kami suasananya sedikit tegang. Menu spesial hari ini adalah Sup Horor Kanibal: tiga mangkuk sup dengan resep yang hampir sama disajikan di waktu yang bersamaan, memaksa para pelanggan untuk saling berebut sendok. Sebuah tontonan yang riuh, boros, dan sejujurnya, sedikit menyedihkan.
Tentu saja, pemandangan ini memicu perdebatan sengit di antara pelanggan tetap saya. Mereka semua setuju bahwa dapur kami sedang kacau, tetapi resep perbaikannya berbeda secara fundamental.
Di satu meja, duduklah dua manajer kami, Pak Sajiman dan Bung Juan. Keduanya sepakat bahwa supnya tumpah ke mana-mana. Pak Sajiman, dengan nada seorang guru, berkhotbah bahwa para koki harusnya memiliki "tanggung jawab nasional" untuk memasak menu yang lebih bergizi, bukan hanya sup yang sensasional. Di sebelahnya, Bung Juan memutar bola matanya, lalu mengeluarkan denah dapur dan berkata, "Masalahnya bukan pada niat koki, tapi pada jadwal penyajian yang kacau dan fakta bahwa resep kita terus-menerus dicuri orang lewat jendela belakang. Perbaiki sistemnya dulu, baru bicara soal gizi." Keduanya sibuk menyusun proposal perbaikan.
Di seberang ruangan, Mas Salman mendengarkan mereka dengan senyum sinis. Ia tidak menyentuh supnya. "Kalian berdua bodoh," katanya tanpa basa-basi. "Tumpahnya sup ini bukanlah sebuah 'kecelakaan'. Dapur ini memang sengaja dirancang untuk hanya bisa memasak sup ini, dan tumpahannya itu berfungsi untuk membuat lantai tetap licin sehingga tidak ada yang bisa berdiri tegak. Kalian sibuk mau mengepel lantai, padahal yang harus dilakukan adalah meledakkan dapurnya."
Dan sementara ketiga orang dewasa ini berdebat dengan sangat serius tentang moralitas koki, efisiensi dapur, dan perlunya sebuah ledakan, suara tawa kecil datang dari meja di pojok. Gregg, yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya, akhirnya mendongak. "Maaf motong," katanya, "Kalian lagi serius banget ya? Cuma mau ngasih info, di luar sana ada abang-abang yang ngejual sup ini dalam kemasan plastik, gratis. Dan semua orang lagi nonton tutorial cara makannya di TikTok. Just saying."
Lalu ia kembali menatap layarnya, meninggalkan tiga orang tua yang tiba-tiba terdiam di tengah keheningan yang canggung.
Pesanan Anda siap. Disajikan dengan aroma pertengkaran yang pekat dan sebuah kesadaran yang menyakitkan bahwa mungkin tidak ada yang peduli lagi dengan apa yang terjadi di dalam kedai ini.
Cicipi semuanya. Tentukan sendiri di mana letak masalah utamanya.