Semiolog-wannabe, sedang meriset Hype Algoritmik dan Estetika FOMO
Oke, jadi gue pagi ini nggak sengaja nguping obrolan di meja sebelah. Isinya bapak-bapak penting semua. Ada yang ngomongin soal "menjembatani keragaman 600 bahasa untuk Netflix", ada yang baru pulang dari Cannes, ada yang lagi meeting sama orang Prancis. Gila, penting banget kayaknya. Mereka lagi ngerancang masa depan sinema bangsa. Keren. Gue di sini lagi mikir mau pesen kentang goreng lagi atau nggak.
Salah satu topik paling panas yang gue denger adalah soal "kanibalisme layar". Katanya film kita kebanyakan, jadi saling bunuh di bioskop. Terus? Emang kenapa? Ini kan cuma kayak rebutan colokan di Starbucks. Siapa cepat dia dapat. Kalau semua orang bikin es kopi susu horor, ya jelas tumpah-tumpahan. Harusnya dibikin lucu aja, adain liga horor tiap Kamis, yang penontonnya paling dikit degradasi. Masalah kok dianggap serius.
Di tengah semua obrolan strategis tingkat dewa itu, ada satu yang kedengeran agak waras. Berita soal studionya Om Ernest Prakasa, Imajinari. Dia ngomongin soal bikin film yang creator-driven, yang penting krunya bahagia, yang kerjanya enak. Nah, ini baru masuk akal. Di saat yang lain sibuk gambar grafik pertumbuhan dan bikin proposal buat ke Prancis, dia cuma fokus bikin film yang asik bareng temen-temennya, eh malah laku keras. Vibes-nya bener.
Tapi ini bagian terbaiknya. Setelah semua diskusi penting soal menaklukkan dunia, soal ekosistem, soal Cannes dan Netflix, ada satu berita soal "Analisis Hukum Film di New Media". Intinya: undang-undang kita nggak siap sama internet. Yang mana ini adalah cara paling sopan untuk bilang: "SELAMAT, FILM ANDA SUDAH ADA DI TELEGRAM."
WKWKWK. Ini komedi terbaik hari ini. Lo bisa bikin studio sekeren Imajinari, lo bisa dapet piala di Cannes, lo bisa meeting sama Presiden Prancis. Ujung-ujungnya, film lo bakal ditonton sama anak kosan lewat hape sambil makan mi instan, dari link bajakan yang di-share di grup WhatsApp.
Jadi, maaf-maaf nih bapak-bapak. Obrolan penting kalian soal masa depan bangsa itu menarik. Tapi mungkin lain kali, rapatnya sambil buka Telegram deh. Biar lebih relevan sama kenyataan.
Sekarang permisi, kentang goreng gue udah dateng. Ini lebih nyata dari semua strategi industri kalian.