Ritual Penjinakan: Dari Kandang Analog ke Kandang Digital

Salman Risdianto

9/12/20252 min read

Seorang pengamat sistem kekuasaan yang baik akan belajar untuk tidak terpesona oleh pernyataan-pernyataan besarnya, tetapi justru menaruh curiga pada ritual-ritual kecilnya. Upacara-upacara yang tampak progresif inilah yang seringkali menjadi mekanisme paling efektif untuk menjinakkan ide-ide liar dan memasukkannya kembali ke dalam kandang. Minggu ini, kita disajikan tiga ritual penjinakan yang begitu sempurna dalam kepalsuannya. Pertama, kita menyaksikan FFI dengan "skema penjurian baru"-nya—sebuah ritual birokratis yang menjinakkan konsep "kualitas" yang cair dan subversif dengan melembagakannya ke dalam sebuah kompetisi yang terukur dan penuh aturan. Kedua, kita diberi hadiah "Hari Komedi Nasional"—sebuah ritual negara yang menjinakkan "subversi", karena komedi pada hakikatnya adalah senjata kaum tertindas untuk menertawakan kekuasaan, dan kini tawa itu diberi stempel persetujuan resmi. Ketiga, kita membaca analisis dari media asing yang menjinakkan "kesuksesan" dengan mereduksinya menjadi sebuah formula bisnis—mengubah fenomena budaya yang kompleks menjadi resep yang bisa ditiru oleh siapa saja yang punya modal.

Dan ya, saya akan terus menggunakan kata "penjinakan", meskipun itu membuat Anda bosan. Mengapa? Karena jika Anda melihat seekor singa di dalam sirkus yang diperintahkan untuk melompati lingkaran api, Anda tidak akan mendeskripsikannya dengan seratus metafora yang berbeda. Anda akan menyebutnya dengan satu kata yang paling brutal dan paling akurat: ia telah dijinakkan. Begitu pula dengan kebudayaan kita. Seluruh aparatusnya adalah sebuah sirkus raksasa yang didedikasikan untuk satu proses tunggal ini, dan menyebutnya dengan nama lain adalah sebuah tindakan pengecut intelektual.

Lihatlah inovasi terbaru dalam sirkus ini. Berita tentang sebuah perusahaan yang akan memproduksi film dengan AI disambut oleh kaum pragmatis sebagai "efisiensi" atau "disrupsi". Jangan tertipu. Ini bukanlah sebuah revolusi; ini adalah eskalasi logis dari proses penjinakan itu sendiri. AI adalah mesin impian bagi aparatus ideologis. Bayangkan sebuah alat yang mampu menganalisis ribuan narasi yang telah terbukti "aman" dan "laku", lalu mereproduksinya dengan kecepatan dan efisiensi maksimal. Sebuah mesin yang bisa menciptakan cerita tentang keluarga yang harmonis, konsumerisme yang membahagiakan, dan kepatuhan pada tatanan, tanpa pernah terganggu oleh "noise" yang merepotkan dari subjektivitas seorang seniman—tanpa kegelisahan, tanpa keraguan, tanpa potensi pemberontakan. Ia adalah pabrik penjinakan yang paling sempurna.

Lalu di mana posisi film-film "berbeda" yang sering kita banggakan sebagai bukti keberagaman? Jawabannya ada di berita tentang festival-festival film. Festival bukanlah ruang kebebasan; ia adalah kebun binatang yang dikelola dengan sangat baik oleh sistem. Di sinilah karya-karya yang masih dianggap "liar" atau belum sepenuhnya jinak dikarantina dan dipamerkan. Mereka diberi makan secukupnya berupa piala atau pujian kritis dari kurator asing, menciptakan ilusi bagi kita semua bahwa keragaman itu ada dan dihargai. Padahal, ini hanyalah sebuah kandang sementara. Setelah dipamerkan, agar bisa dilepas ke "alam liar" bioskop komersial, mereka pun harus melalui proses penjinakan lebih lanjut: sensor, pemotongan durasi, penyesuaian narasi agar lebih mudah "dicerna" pasar. Kebun binatang ini tidak melindungi spesies langka; ia mempersiapkan mereka untuk sirkus.

Maka, jangan salah membaca tanda-tanda zaman. Semua berita minggu ini tidak menunjukkan sebuah industri yang sedang bergerak maju. Ia menunjukkan sebuah industri yang sedang menyempurnakan teknologinya untuk tujuan yang sama. Kita sedang bergerak dari metode-metode penjinakan yang bersifat analog—dengan kandang-kandang fisiknya seperti komite penghargaan dan formula pasar—menuju sebuah kandang digital raksasa yang terotomatisasi bernama AI. Masalahnya tetap sama persis: penjinakan. Hanya saja, cambuk sang pawang kini menjadi lebih canggih, lebih cepat, dan hampir tak terlihat.