Menu Hari Ini: Kopi Propaganda (Empat Cara Meminum Racun)
James Dekker Perestroika
9/14/20251 min read
Selamat pagi. Ada hari-hari di mana tugas saya sebagai barista terasa sangat sederhana. Namun, ada juga pagi-pagi seperti ini, di mana sebuah menu baru yang aneh muncul dan mengubah kedai saya menjadi TKP. Menu baru itu tidak saya tulis, ia muncul begitu saja sebelum film dimulai: secangkir Kopi Propaganda gratis yang tidak diminta oleh siapa pun, disajikan panas-panas oleh negara.
Tentu saja, keempat anggota "The Indonesian Regale" yang kebetulan sedang berada di kedai pagi ini langsung memanggil saya untuk meminta keterangan. Mereka semua setuju bahwa kopi itu tidak enak. Namun, mereka tidak bisa sepakat tentang mengapa kopi itu tidak enak. Mereka seolah sedang menyelidiki empat kejahatan yang berbeda.
Pertama datanglah Gregg, saksi mata dari generasi Z. Baginya, kejahatannya sederhana: kejahatan terhadap selera. "Kopi ini cringe, Jamdek," katanya sambil menunjukkan video di ponselnya. "Rasanya aneh, penyajiannya maksa. Ini merusak vibe nongkrong gue." Ia tidak peduli pada bahan-bahannya; ia hanya tahu bahwa kopi ini telah merusak momen santainya.
Lalu Pak Sajiman angkat bicara, sebagai seorang ahli tata krama. Ia melihatnya sebagai kejahatan komunikasi. "Bukan begini caranya menyajikan kopi, James," keluhnya dengan nada seorang negarawan. "Di zaman saya, kami menyelipkan pesan-pesan baik ke dalam buih latte art-nya. Ini? Ini seperti menyiramkan kopi panas ke pangkuan pelanggan. Tidak elegan." Dosanya, baginya, adalah metode yang kasar.
Bung Juan, seperti biasa, langsung mengeluarkan kalkulatornya. Ia melihatnya sebagai kejahatan finansial. "Lupakan rasanya," katanya dengan cepat. "Hitung biayanya. Berapa ongkos biji kopi ini? Dan berapa pelanggan yang kabur karena tidak suka? Ini adalah transaksi dengan ROI negatif. Kita membayar untuk membuat pelanggan membenci kita. Ini bisnis yang bodoh."
Dan terakhir, Mas Salman hanya tertawa pelan dari sudut gelapnya. Ia melihatnya sebagai kejahatan ideologis yang sempurna. "Kalian semua salah," bisiknya. "Kejahatannya bukanlah karena kopi ini tidak enak atau tidak efisien. Kejahatannya adalah karena ia jujur. Untuk pertama kalinya, sang pemilik kedai tidak lagi berpura-pura. Ia menyajikan racunnya di cangkir yang transparan dan memberitahu kita bahwa kita harus meminumnya. Ini bukan kegagalan. Ini adalah sebuah pernyataan kemenangan."
Dan begitulah. Empat diagnosis untuk secangkir kopi yang sama: rasanya tidak enak, caranya salah, harganya terlalu mahal, atau racunnya memang bekerja persis seperti yang seharusnya.
Pesanan Anda siap. Disajikan dengan aroma propaganda yang sedikit gosong.
Cicipi semuanya. Tentukan sendiri kejahatan mana yang paling Anda yakini.