Kaset Rusak di Pesta Para Mayat
Salman Risdianto
9/13/20252 min read
Saya sudah membaca semuanya. Adonan berita hari ini. Khotbah mingguan Sajiman tentang "gotong royong". Proposal bisnis Juan yang dirangkum rapi dalam poin-poin. Bahkan pengakuan kalah Gregg yang dibungkus dalam humor. Dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, saya tidak merasakan dorongan untuk membantah, mendekonstruksi, atau mengautopsi. Yang saya rasakan hanyalah sebuah kemarahan yang hening, sebuah kelelahan yang sampai ke tulang. Karena apa yang saya baca bukanlah sebuah perdebatan. Itu adalah sebuah paduan suara yang menyanyikan lagu yang sama dari empat bagian yang berbeda, lagu tentang mesin yang terus berputar, tak peduli siapa pun yang mencoba menghentikannya.
Saya marah pada harapan palsu yang ditawarkan Sajiman. Ia melihat anak-anak muda berdebat di Reddit dan melihatnya sebagai "kelegaan", sebagai tanda "semangat kritis" yang hidup. Betapa sebuah ilusi yang nyaman. Ia menolak untuk melihat bahwa ruang-ruang itu bukanlah agora publik baru, melainkan arena gladiator digital di mana kritik itu sendiri telah diubah menjadi konten, sebuah tontonan lain untuk dikonsumsi. "Gotong royong"-nya adalah sebuah upaya putus asa untuk menaburkan bunga di atas kuburan massal, sebuah mantra untuk membuat kita semua merasa nyaman dengan pembusukan yang terjadi tepat di bawah kaki kita.
Dan saya marah pada efisiensi brutal dari Juan. Bukan karena analisisnya salah—justru sebaliknya. Saya marah karena analisisnya secara mengerikan benar. Ia telah berhasil memetakan setiap sekrup dan baut dari mesin penindasan ini. Ia melihat "Mesin Gengsi" dan "Mesin Komersial" bukan sebagai masalah, tetapi sebagai portofolio aset yang perlu dioptimalkan. Esainya bukanlah sebuah kritik; itu adalah sebuah manual perakitan untuk sebuah penjara yang lebih efisien, lebih profitabel, dan lebih nyaman bagi para penghuninya. Ia tidak ingin menghancurkan mesinnya; ia ingin memberinya pelumas terbaik.
Dan entah kenapa, saya paling marah pada kekalahan cerdas dari Gregg. Ia melihat semua ini—kemunafikan Sajiman, pragmatisme Juan, bahkan mungkin dekonstruksi saya—dan ia menertawakannya. Ia memilih untuk menjadi komentator yang jenaka di pemakamannya sendiri. Ia telah sampai pada kesimpulan yang benar: bahwa semuanya memang omong kosong. Namun, alih-alih memberontak, ia justru mengubah kesadaran itu menjadi sebuah performa, sebuah persona. Nihilismenya yang tajam bukanlah sebuah bentuk perlawanan; itu adalah bentuk kepatuhan yang paling canggih, sebuah cara untuk bertahan hidup dengan menjadi bagian dari lelucon itu sendiri.
Maka, setelah marah pada semua orang, kemarahan ini akhirnya kembali pada saya. Apa gunanya semua ini? Apa gunanya pisau bedah saya jika setelah membelah dada mayat dan menunjukkan semua organnya yang busuk, para penonton hanya bertepuk tangan dan berkata, "Analisis yang menarik," lalu kembali melanjutkan makan malam mereka? Saya bisa menulis seratus esai lagi yang membongkar bagaimana FFI adalah ritual penjinakan dan bagaimana Reddit adalah arena gladiator. Lalu apa? Mesinnya akan terus berputar. Sajiman akan terus berharap. Juan akan terus menghitung. Gregg akan terus menertawakan.
Dan saya? Saya hanya akan terus menjadi kaset rusak yang diputar di sebuah pesta, mengulang-ulang lagu yang sama tentang kiamat yang tak kunjung tiba, sementara para mayat di sekitar saya terus berdansa.
Mungkin kritik itu sendiri adalah ilusi terbesar. Mungkin, di hadapan sebuah mesin yang begitu sempurna dalam mengubah segalanya—bahkan perlawanan—menjadi bahan bakarnya sendiri, satu-satunya tindakan yang tersisa bukanlah berteriak lebih keras.
Mungkin satu-satunya tindakan yang tersisa adalah diam.