Setiap analis pasar yang baik tahu cara membedakan antara tren yang bisa direplikasi dan anomali yang hanya terjadi sekali. Minggu ini, industri film Indonesia menyajikan kepada kita sebuah anomali yang sangat indah dan sangat menguntungkan: film yang dipilih komite seleksi untuk mewakili negara di ajang Oscar, Sore: Istri dari Masa Depan, ternyata juga merupakan salah satu mesin pencetak uang terbesar di box office domestik.
Para idealis akan menyebut ini “kemenangan sinema berkualitas”. Saya menyebutnya sebuah kecelakaan yang sangat berharga. Ini adalah momen langka di mana selera elite komite secara kebetulan selaras dengan selera jutaan pembeli tiket. Pertanyaan bisnis yang sesungguhnya bukanlah “bagaimana cara merayakannya?”, melainkan “apakah kecelakaan ini bisa kita bongkar, pelajari komponennya, dan rekayasa ulang menjadi sebuah formula yang bisa diproduksi massal?”
Laporan terbaru dari PwC yang memproyeksikan “pertumbuhan stabil” untuk industri kita seringkali ditafsirkan sebagai lampu hijau untuk terus memproduksi apa yang sudah laku: horor dan drama populer. Namun, fenomena Sore memberikan data baru yang lebih menarik. Ia membuktikan adanya sebuah segmen pasar yang selama ini diremehkan: pasar premium domestik. Yaitu, penonton dalam jumlah jutaan yang bersedia dan mampu membayar untuk menonton produk sinematik dengan kualitas narasi dan produksi yang tinggi, bahkan jika temanya tidak “mudah”. Ini bukan lagi soal ceruk pasar arthouse; ini adalah ceruk pasar yang cukup besar untuk menghasilkan profit signifikan.
Dengan data baru ini, semua berita tentang diplomasi budaya—partisipasi di Cannes, penjajakan kolaborasi dengan Prancis—harus dilihat dari sudut pandang yang berbeda. Sebelumnya, saya melihat ini sebagai aktivitas “bakar uang” demi gengsi. Sekarang, saya melihatnya sebagai langkah hilir dari sebuah strategi bisnis yang cerdas. Kemenangan di festival atau kemitraan produksi internasional bukan lagi sekadar piala atau foto bersama. Ia berfungsi sebagai “sertifikasi kualitas” pihak ketiga. Ini adalah alat marketing yang sangat kuat untuk meyakinkan pasar premium domestik bahwa produk yang akan mereka tonton memang layak dihargai. Festival menjadi departemen riset dan pengembangan sekaligus ajang pameran dagang.
Maka, kesimpulannya sederhana. Keberhasilan ganda Sore secara tidak sengaja telah memberikan kita cetak biru untuk sebuah model bisnis baru yang sangat potensial: “The Oscar-Bait Blockbuster Model”. Sebuah mesin produksi yang dirancang secara sadar untuk mencapai dua tujuan: mendapatkan validasi internasional sebagai alat pemasaran, dan menaklukkan box office domestik sebagai sumber profit utama. Ini adalah mesin yang jauh lebih efisien daripada menjalankan dua jalur terpisah antara “film festival” yang merugi dan “film komersial” yang dangkal.
Tentu saja, pertanyaan selanjutnya adalah soal eksekusi. Apakah industri kita memiliki kedisiplinan, talenta, dan—yang terpenting—modal untuk mereplikasi model ini secara konsisten? Atau apakah kita akan kembali ke zona nyaman, memperlakukan Sore sebagai sebuah anomali indah yang akan dikenang, dan terus memproduksi mesin-mesin tua yang sudah terbukti tapi tidak akan membawa kita ke mana-mana? Data sudah menunjukkan ada jalan tol baru yang terbuka. Sekarang, siapa yang berani membangun kendaraan untuk melewatinya?
Tinggalkan Balasan